Jambi - 06/12/2025Ketua DPW Gibranku Provinsi Jambi, Charles Pudan Panggabean, angkat suara menyikapi dinamika terkait pelayanan air bersih Perumda Tirta Mayang. Charles Panggabean menilai bahwa isu yang berkembang belakangan ini terlalu cepat diarahkan pada personalisasi kesalahan, tanpa melihat faktor-faktor teknis yang menjadi penyebab utama gangguan pasokan air.
Charles Panggabean menyampaikan bahwa kondisi pelayanan air tidak dapat dipisahkan dari penurunan debit Sungai Batanghari yang menurut data resmi menyebabkan terganggunya intake utama Tirta Mayang. Sejumlah media melaporkan bahwa debit sungai menyusut hingga mempengaruhi ribuan pelanggan di intake Tanjung Johor, Sijenjang, dan Broni II sebuah problem ekologis yang tidak berkaitan dengan unsur kesengajaan atau kelalaian administratif.
“Kalau diskusi hanya diarahkan pada figur, kita kehilangan peta persoalan. Air ini urusannya teknis. Debit sungai turun, pipa transmisi bocor, dan infrastruktur sudah tua. Jangan semua kerumitan itu direduksi menjadi satu nama,” ujar Charles Panggabean.
Ia juga menyinggung peristiwa kebocoran pipa transmisi yang berdampak pada 24.000 pelanggan beberapa waktu lalu, yang menurut laporan publik sudah langsung ditangani dengan redistribusi aliran, perbaikan, hingga pendistribusian air menggunakan mobil tangki. Bagi Charles Panggabean, respons teknis semacam itu menunjukkan adanya kerja dan mitigasi nyata di lapangan.
Charles Panggabean menilai bahwa dinamika protes publik adalah hal yang wajar, namun ia memperingatkan agar ruang kritik tidak berubah menjadi hegemoni tekanan yang mengaburkan fakta teknis.
“Kritik itu sehat. Tapi ketika tekanan politik atau emosional mulai menggeser fakta, maka publik sedang diarahkan pada kesimpulan yang tidak utuh. Kita tidak boleh membiarkan isu kompleks seperti ini menjadi sekadar komoditas serangan,” jelas Charles Panggabean.
Charles Panggabean menekankan bahwa perbaikan layanan air bersih adalah proses jangka panjang yang membutuhkan penyelesaian struktural mulai dari modernisasi jaringan pipa, penguatan intake air baku, hingga pendekatan ekologis terhadap penurunan debit sungai. Baginya, menuntut perubahan dengan cara membangun narasi simplistik justru merugikan kepentingan publik.
“Soal air bersih bukan ruang untuk membangun sentimen. Ini soal teknis, soal kerja, dan soal bagaimana kita melihat persoalan secara menyeluruh. Jangan biarkan opini liar mengalahkan data,” tegasnya.
Dalam konteks itu Charles juga menyampaikan kecurigaannya bahwa ada pihak yang ingin membangun opini tunggal seolah krisis air adalah kesalahan individu, bukan akibat gabungan faktor ekologis, teknis, dan infrastruktur tua.
“Kalau masalahnya teknis, mengapa framing publik diarahkan menyerang figur? Ada apa dengan penyederhanaan isu ini?”
Carles menilai bahwa aksi-aksi massa yang terjadi hari ini adalah hak konstitusional, tetapi ia mempertanyakan mengapa diskusi publik tidak menyentuh akar masalah.
“Penurunan debit sungai adalah fenomena alam, masalah pipa adalah limpahan dari infrastruktur yang tidak diperbarui sejak era sebelumnya, distribusi terganggu karena kapasitas intake menyusut, Namun tiga persoalan ini justru jarang masuk dalam tuntutan demonstran?,” ujarnya.
“Kalau kita ingin menuntut perbaikan, tuntutlah hal yang relevan. Tidak adil menjadikan satu nama sebagai kambing hitam dari persoalan yang jelas-jelas bersifat sistemik,” tambah Carles.
Carles menekankan bahwa diskursus air bersih tidak boleh menjadi “arena emosional”, melainkan ruang analisis yang berbasis data teknis. Ia mengingatkan bahwa tekanan terhadap satu individu tidak akan memperbaiki layanan jika persoalan struktural dan ekologis tidak disentuh.
“Kalau kita benar-benar peduli pelayanan air bersih, fokus kita harus pada akar masalah, bukan pada pencarian kambing hitam.”(deni.af)

0 Komentar