KENDAL, Liputan12.com — Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana kehutanan dengan terdakwa Kurniasari binti (Alm.) Yaya Sapya kembali berlangsung di Pengadilan Negeri Kendal, Senin (1/12/2025). Agenda persidangan kali ini memasuki tahap duplik, yang dibacakan oleh tim penasihat hukum dari Josant and Friend’s Law Firm (JAFLI). Penyampaian duplik diwakili oleh Yanuar Habib dan Sumanto, tim kuasa hukum terdakwa.
Dalam pembacaan dupliknya, Yanuar Habib dan Sumanto, menegaskan bahwa dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak selaras dengan fakta persidangan. Pihaknya menyebutkan bahwa seluruh keterangan terdakwa dinilai konsisten, logis, serta didukung alat bukti objektif.
“Terdakwa tidak pernah memerintahkan penebangan, tidak berada di lokasi, dan tidak memiliki kapasitas maupun kewenangan dalam transaksi kayu tersebut. Perannya hanya mengenalkan sopir kepada pemilik kayu adat,” kata Yanuar dan Sumanto bergantian, di hadapan Majelis Hakim.
Kuasa hukum menilai tidak ada satu pun bukti yang menyatakan keterlibatan langsung maupun tidak langsung dari terdakwa dalam aktivitas penebangan atau pengangkutan kayu. Mereka menuding JPU tetap memaksakan argumentasi yang tidak sesuai dengan keterangan saksi, ahli, dan bukti-bukti resmi.
Tim hukum juga menyinggung kondisi psikologis dan sosial terdakwa yang disebut sebagai “korban dari kekeliruan administratif dan kesalahan prosedur penyidikan yang cacat sejak awal”. Karena itu, mereka meminta Majelis Hakim tidak hanya mempertimbangkan aspek legal formal, tetapi juga aspek kemanusiaan.
Dalam dupliknya, kuasa hukum memohon agar Majelis Hakim: menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, membebaskan terdakwa (vrijspraak), atau setidaknya menyatakan tidak dapat dituntut (onslag van alle rechtsvervolging), memulihkan hak-hak terdakwa, dan memerintahkan pembebasan dari tahanan serta pengembalian barang bukti kepada pihak yang berhak.
*JPU Tetap pada Tuntutan, Sebut Unsur Pidana Sudah Terpenuhi*
Jaksa Penuntut Umum Kejari Kendal, Novita Nugraheni Sembodo, S.H., M.H. dalam replik yang telah dibacakan pada sidang sebelumnya tetap pada pendiriannya bahwa unsur-unsur tindak pidana telah terpenuhi.
JPU menilai dalil pembelaan mengenai asal-usul kayu dari tanah masyarakat tidak memiliki dasar, mengingat Pasal 1 angka 3 UU 41/1999 menegaskan bahwa kawasan hutan adalah wilayah yang ditetapkan pemerintah, sehingga klaim kayu berasal dari lahan adat tidak dapat dijadikan pembelaan tanpa bukti.
“Unsur kesengajaan dan sikap batin untuk memperoleh keuntungan telah terbukti. Pembelaan penasihat hukum tidak memiliki kekuatan untuk menggugurkan dakwaan maupun tuntutan,” tegas JPU dalam repliknya.
JPU tetap menyatakan terdakwa memenuhi unsur pidana sebagaimana dakwaan alternatif kedua terkait Pasal 83 ayat (1) huruf b UU 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja.
Dengan demikian, JPU meminta Majelis Hakim: menolak seluruh pledoi, menerima replik JPU, dan menguatkan tuntutan pidana sesuai Register Perkara 166/Pid.Sus-LH/2025/PN.Kdl.
Majelis Hakim kemudian menutup sidang dan dijadwalkan akan melanjutkan persidangan berikutnya dengan agenda pembacaan putusan.
Zen
0 Komentar