Liputan12.com - Dalam dunia demokrasi modern, profesionalisme dan integritas seorang jurnalis menjadi harga mati. Seorang jurnalis sejati harus mampu memisahkan profesinya dari profesi lain seperti advokat maupun paralegal, mengingat ketiga profesi tersebut memiliki tugas, peran, dan tanggung jawab yang berbeda.
Jurnalis menempati posisi strategis sebagai
pilar keempat demokrasi. Profesi ini dilindungi oleh undang-undang, memiliki
hak untuk melakukan investigasi, dan wajib menguasai teknik penulisan berita
berdasarkan prinsip 5W + 1H (Who, What, Where, When, Why, dan How). Di samping
itu, jurnalis dituntut memahami dan menaati Kode Etik Jurnalistik demi menjaga
kredibilitas dan kepercayaan publik.
Sayangnya, di tengah perkembangan zaman, tidak
sedikit yang mengaku sebagai wartawan namun sesungguhnya berafiliasi dengan
organisasi masyarakat (Ormas) atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Fenomena
ini berpotensi mencederai kemurnian profesi jurnalistik yang seharusnya bebas
dari kepentingan apapun selain kepentingan publik.
Menanggapi fenomena tersebut, Ketua Umum
Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) Rino Triono S.Kom., S.H., C.IJ.,
C.EJ., C.BJ.,
menegaskan komitmennya untuk terus melahirkan
jurnalis yang berkompeten, berintegritas, dan profesional. AKPERSI mendorong seluruh
insan pers untuk menjadi jurnalis sejati yang tidak terkontaminasi oleh
kepentingan Ormas maupun LSM.
"Jadilah jurnalis yang murni, yang
berdiri di atas kebenaran, dan menjaga kehormatan profesi. Jangan campur
adukkan profesi jurnalis dengan profesi lain yang berbeda jalurnya," tegas
pernyataan resmi Reno Melalui Media CNEWS.
Dengan menjaga kemurnian profesi, jurnalis
tidak hanya memperkuat demokrasi, tetapi juga memastikan masyarakat mendapatkan
informasi yang benar, objektif, dan berkualitas.(Red)
0 Komentar