![]() |
| Temuan awal mengarah pada adanya keterlibatan oknum kepala desa dan kelompok warga yang diduga kuat menguasai lahan bersertifikat tanpa dasar hukum yang sah. |
Liputan12.com
Jakarta │ Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) terus memperdalam investigasi terkait dugaan praktik mafia tanah yang terjadi di Desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi.
Temuan awal mengarah pada
adanya keterlibatan oknum kepala desa dan kelompok warga yang diduga kuat
menguasai lahan bersertifikat tanpa dasar hukum yang sah.
Kasus ini bermula saat AKPERSI melakukan investigasi lapangan dan menemukan sejumlah bangunan permanen maupun semi permanen berdiri di atas lahan bersertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 2378, 2379, dan 2380 atas nama Rachmini Dwiyanti Binti Ibrahim.
Pada tahap awal mediasi, warga mengakui
bahwa lahan tersebut memiliki pemilik sah. Namun seiring waktu, sebagian warga
berubah sikap, menolak pengakuan awal, bahkan mengklaim bahwa tanah tersebut
adalah milik mereka.
Kepala Desa Cibenda Mengklaim Tanpa Dasar Hukum
Saat melakukan penelusuran lanjutan, tim AKPERSI tidak
berhasil menemukan Kepala Desa Ujung Genteng. Warga kemudian memberikan
informasi bahwa pihak yang memprovokasi klaim warga adalah Kepala Desa Cibenda,
yang mengaku memiliki lahan tersebut.
Tim AKPERSI kemudian mendatangi Kantor Desa Cibenda dan
berhasil menemui sang kepala desa. Dalam klarifikasi yang mengejutkan, Kepala
Desa Cibenda Adi Rizwan, SIP., yang disapa akrab Hurung secara terbuka mengakui
bahwa dirinya mengklaim lahan tersebut, namun tidak dapat menunjukkan satu
lembar dokumen pun sebagai bukti kepemilikan.
Ia hanya beralasan bahwa dirinya pernah “menggarap lahan
tersebut” karena hubungan pertemanan dengan seseorang bernama Mamat, anak dari
mendiang Ijar, yang sebelumnya dipercaya oleh pemilik tanah untuk menjaga area
tersebut.
“Kami menggarap sebelum saya jadi kepala desa. Ada penggarap sebelumnya. Data muncul dari dulu bukan dari Ujung Genteng, tapi dari Gunung Batu. Kami ingin hasil terang benderang di pengadilan,” ujar Adi Rizwan.,SIP selaku Kepala Desa Cibenda.
Namun berdasarkan investigasi AKPERSI, mendiang Ijar justru
dikenal sebagai orang yang selalu menegaskan kepada warga bahwa lahan tersebut
milik orang Jakarta, yaitu Ibu Rachmini.
Polres Sukabumi Diduga Lambat Tangani Kasus
Tim AKPERSI juga menelusuri laporan dugaan tindak pidana pendirian bangunan tanpa izin dan dugaan penyerobotan lahan yang sudah dilaporkan oleh kuasa hukum pemilik tanah ke Polres Sukabumi.
Namun laporan
tersebut telah satu tahun lebih tidak menunjukkan progres signifikan, sehingga
memunculkan dugaan adanya keterlibatan oknum aparat dalam sindikat mafia tanah.
Kasubnit Harda Polres Sukabumi membenarkan bahwa pihaknya
telah memanggil sejumlah terlapor atas dugaan melanggar Pasal 385 KUHP dan
menjual lahan milik orang lain. Namun proses penyidikan disebut “menunggu hasil
putusan perdata”.
“Kami mengklarifikasi para pihak. Ada gugatan perdata, jadi kami menunggu siapa yang berhak. Tidak ada kami bermain dengan siapa pun,” tegas Kanit Harda.
Namun AKPERSI menilai lambannya tindak lanjut atas laporan
masyarakat merupakan indikasi adanya kejanggalan yang perlu ditelusuri lebih
lanjut.
Putusan Pengadilan Negeri Cibadak Dinilai Janggal
Pengadilan Negeri Cibadak telah memutus perkara gugatan warga terhadap pemilik sertifikat dengan Nomor Putusan 48/Pdt.G/2024/PN Cbd.
Putusan memenangkan pihak pemilik sah, yakni Ibu Rachmini. Namun terdapat
kejanggalan dalam proses pembuktian: pihak penggugat (warga) hanya mampu
menunjukkan KTP dan KK, tanpa bukti alas hak, namun gugatan tetap diterima untuk
diperiksa oleh pengadilan.
Padahal pihak tergugat memiliki SHM asli yang telah
diverifikasi Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Sementara itu, banding telah diajukan warga ke Pengadilan
Tinggi Bandung dengan Nomor 684/PDT/2025/PT BDG, terdaftar pada 25 Oktober
2025.
AKPERSI menduga ada permainan di tingkat peradilan sehingga
menegaskan akan mengawal kasus ini hingga seluruh proses hukum tuntas.
Riwayat Kepemilikan Tanah: Jelas dan Sah
Berdasarkan rekam jejak hukum yang dihimpun AKPERSI, lahan seluas 30.500 m² tersebut merupakan milik sah mantan Bupati Sukabumi, H. Anwari (AKBP Purnawirawan). Pada tahun 1992, lahan itu dijual kepada Ibu Rachmini dan langsung dilakukan proses balik nama.
Ibu Rachmini kemudian mempercayakan penjagaan lahan kepada
Mamat Ijar, yang sejak awal selalu menegaskan kepada warga bahwa tanah tersebut
tidak dijual.
Namun dalam perkembangannya, sejumlah warga mulai menggarap,
mendirikan bangunan, bahkan membangun villa dan menyewakannya untuk kepentingan
komersial.
Sejumlah nama warga yang diduga menjual atau menguasai lahan tanpa hak antara lain:
Tedy, Abah Atom, Suwitno, Lurah Hurung (Kades Cibenda),
Billy, Farel, Hermawan, Nenah, Haji Adi, Dadan, Asep Son, Iskandar, dan
lainnya.
Beberapa warga bahkan diketahui membuat spanduk penguasaan
lahan bersama Kepala Desa Cibenda.
AKPERSI: “Kami Kawal dengan 1.500 Media – No Viral No Justice”
AKPERSI menegaskan komitmennya untuk mengawal kasus ini
secara penuh, termasuk membuka dugaan adanya sindikat mafia tanah melibatkan
oknum aparat, pemerintah desa, hingga kemungkinan permainan di tingkat
pengadilan.
Ketua Umum AKPERSI Rino
Triyono.,S.Kom.,S.H.,C.IJ.,C.BJ.,C.F.L.E. menyatakan bahwa dalam era
digitalisasi, “No Viral, No Justice”, sehingga ribuan media di bawah naungan
AKPERSI siap mengawal kasus ini hingga tuntas.
Investigasi juga dilakukan untuk mendukung agenda pemerintah
Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas mafia tanah yang telah merugikan
banyak masyarakat.
Kasus Ujung Genteng ini bukan hanya persoalan sengketa lahan
biasa, tetapi mengarah pada dugaan kejahatan terorganisir yang memanfaatkan
jabatan kepala desa, celah hukum, dan lemahnya pengawasan aparat di lapangan.
AKPERSI berkomitmen mengungkap seluruh rangkaian permainan
ini dan memastikan hak pemilik sah dipulihkan sepenuhnya
(DPP AKPERSI)

0 Komentar