Di Duga Proyek Rehabilitasi SDN 2 Marga Jasa di kecamatan Sragi Manipulasi Mutu, Material Tak Ber-SNI Serta Diabaikan K3

Lampung Selatan, Liputan12.com - Proyek rehabilitasi bangunan sekolah dasar di Kecamatan Sragi, Kabupaten Lampung Selatan, diduga kuat menyimpan sejumlah penyimpangan serius. Pekerjaan rehabilitasi SDN 2 Marga Jasa dengan nilai kontrak Rp247.420.195,34, serta SDN 3 Sukapura dan SDN 3 Baktirasa, terindikasi menggunakan material bermutu rendah yang diduga tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), serta mengabaikan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Berdasarkan hasil investigasi awal awak media di lapangan, rangka atap baja ringan yang terpasang tampak sangat tipis, tidak kokoh, dan diduga tidak sesuai spesifikasi teknis sebagaimana tercantum dalam dokumen perencanaan. Kondisi tersebut menguatkan dugaan adanya praktik penurunan kualitas material (quality cutting) yang berpotensi mengarah pada penggelembungan keuntungan kontraktor.

Padahal, dalam proyek konstruksi yang dibiayai dari anggaran negara, penggunaan material wajib memenuhi standar teknis nasional dan spesifikasi kontrak. Apabila dugaan ini terbukti, maka pekerjaan tersebut berpotensi melanggar ketentuan Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah serta dapat mengarah pada kerugian keuangan negara.

Tak berhenti di situ, aspek keselamatan kerja di lapangan juga nyaris diabaikan. Awak media mendapati para pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti helm keselamatan, rompi, maupun perlengkapan K3 lainnya. Praktik ini bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan regulasi terkait keselamatan kerja, yang secara tegas mewajibkan pemberi kerja melindungi keselamatan pekerja.

Saat dimintai klarifikasi, Torik, yang disebut sebagai penanggung jawab lapangan dari CV Anabae Karya, menyampaikan pernyataan yang justru menimbulkan pertanyaan besar. Ia mengaku tidak mengetahui apakah material yang digunakan telah berstandar SNI.
“Barang yang dikirim memang sudah seperti itu. Saya tidak tahu apakah ber-SNI atau tidak,” ujarnya.

Pernyataan tersebut dinilai mencerminkan lemahnya pengendalian mutu internal dan menimbulkan dugaan bahwa pengawasan teknis proyek tidak berjalan sebagaimana mestinya. Terlebih, Torik juga mengakui bahwa pihaknya menangani rehabilitasi di tiga sekolah dasar sekaligus, yang memunculkan dugaan keterbatasan kontrol kualitas dan keselamatan kerja di masing-masing lokasi.

Seorang warga setempat yang enggan disebutkan identitasnya menyatakan kekecewaannya terhadap kualitas pekerjaan tersebut. Menurutnya, proyek pendidikan seharusnya menjadi prioritas pembangunan yang mengedepankan keselamatan dan kualitas, bukan sekadar mengejar penyelesaian fisik.

“Ini uang negara untuk anak-anak sekolah. Kalau kualitasnya dikorbankan, itu sama saja mempertaruhkan keselamatan murid dan guru,” tegasnya.
(Tim)

Posting Komentar

0 Komentar

Viewers