Bandrol Program PTSL Rp 500 rb, Desa Sidamulya Dilaporkan ke Kejari

Kabupaten Cirebon, Liputan12.com – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Desa Sidamulya kecamatan Astanajapura tengah menjadi sorotan. Pasalnya beredar info bahwa masyarakat yang belum memiliki Akta Jual Beli (AJB) atau surat keterangan kepemilikan tanah, diwajibkan untuk membuat segel atau girik (surat keterangan kepemilikan tanah) yang di keluarkan oleh Pemerintah Desa dengan harga Rp 500 ribu. Selasa, 30/5/2023

Ketua Umum LSM KAMPAK, Satori memantau dan menyoroti persoalan tersebut mengatakan, terkait Program PTSL sudah dimulai sejak tahun 2018 hingga berakhir di tahun 2025. Dalam peraturan pemerintah terkait pelaksanaan program PTSL tersebut menurutnya gratis menggunakan Dipa Anggaran Pemerintah Pusat.

“Atas dasar kebijakan SKB 3 Menteri untuk regional V Jawa dan Bali, dikenakan biaya pendaftaran sebesar Rp 150 Ribu. Akan tetapi di desa Sidamulya banyak keluhan dan aduan masyarakat terjadi dugaan pungli (pungutan liar) dengan modus operandi pembuatan segel atau girik dengan biaya Rp 500 Ribu,” jelasnya, Minggu (28/5/2023).

Dikatakan Satori, berdasarkan Undang-Undang Agraria bahwa girik sudah tidak berlaku. Diperkuat pula dengan adanya Surat Edaran (SE) Ditjen Pajak Nomor 32 Tahun 1993 tentang tindaklanjut larangan penerbitan girik.

“Jadi nanti yang akan menjadi persyaratan daripada PTSL itu diantaranya, PBB, Surat penguasaan hak milik atau penguasaan fisik, materai dan sebagainya sudah tercover dari biaya Rp 150 ribu sesuai SKB 3 Menteri,” tambahnya.

Jadi menurut Satori, warga desa Sidamulya yang tidak memiliki AJB, maka diminta untuk membuat segel dengan biaya Rp 500 ribu, plus dengan biaya pendaftaran Rp 150 ribu sehingga totalnya mencapai Rp 650 ribu.

“Perihal kebenaran dugaan itu, kami akan mempertanyakan apakah betul demikian dan dasar hukumnya apa. Kami tidak akan menerima dasar hukum dengan bahasa kebijakan. Yang jelas aturan hukumnya apa sehingga muncul biaya Rp 500 ribu itu, apakah Perdes atau Perwu,” tegasnya.

Satori meminta kepada Kuwu Sidamulya untuk transparan. Apabila dalam penentuan nominal Rp 500 ribu itu tidak ada dasar hukumnya, maka Satori menduga pungutan tersebut bisa dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli).

“Di Kabupaten Cirebon itu kan ada tim saber pungli. Dengan adanya seperti ini, kami berharap bahwa tim saber pungli yang ada di Kabupaten Cirebon tidak tinggal diam. Segera investigasi dan apabila terbukti, segera proses secara hukum,” imbuhnya.

Dengan adanya pungutan tersebut, menurut Satori sangat memberatkan masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi untuk memiliki sertifikat. Yang artinya pungutan tersebut menghambat program nasional pemerintah dalam pendataan tanah melalui program PTSL.

“Kami sangat berharap tim saber pungli bisa segera bertindak. Mau sampai kapan tanah-tanah masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi bisa memiliki sertifikat, jika pungli masih merajalela. Kalau diberatkan seperti itu, otomatis program (PTSL) tidak akan terlaksana dengan baik,” ucapnya.

Dikatakan Satori, biaya tambahan Rp 500 ribu tersebut diwajibkan kepada masyarakat yang belum memiliki segel. Padahal menurutnya, dengan surat Letter C dari buku induk yang dimiliki desa pun sudah cukup, dijadikan persyaratan dalam program PTSL.

“Pemerintah itu tidak pernah mempersulit. Yang bikin sulit itu oknumnya. Pungutan itu diperbolehkan asal dasar hukumnya jelas dan pengelolaannya pun transparan. Sekarang yang jadi pertanyaan, apakah pungutan itu masuk kedalam PARDes. Kalau tidak kemana larinya uang itu,” ujar Satori.

Untuk membuat terang persoalan tersebut, Satori selaku ketua LSM KAMPAK akan beraudensi di Kantor BPN Kabupaten Cirebon dengan memanggil Kuwu selaku pimpinan pemerintah desa Sidamulya dan juga Camat Astanajapura selaku pembina desa yang ada di kecamatan Astanajapura.

“Sebenarnya untuk agenda audensi di BPN sendiri direncanakan hari Senin (hari ini). Cuma berhubung banyak kegiatan, sehingga kami undur di hari Kamisnya. Kami harap kepada pihak terkait bisa hadir tanpa diwakilkan, agar persoalannya menjadi terang,”

Bung Arya

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama