LSM Gempita . Minta Kepala UPTD Ogan Ilir Dicopot ".


OGAN ILIR.liputan 12.com.
Dugaan penelantaran anak dan mantan istri yang melibatkan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Ogan Ilir kini memasuki babak serius dan berpotensi melanggar hukum pidana serta etika kepegawaian negara. 

Oknum ASN berinisial R (39), yang menjabat sebagai Kepala UPTD (LLK), diduga melakukan nikah siri, memutus nafkah, serta menelantarkan dua anak kandungnya dan mantan istri berinisial EN (35), yang juga berstatus ASN di sektor kesehatan.
 
Perbuatan yang diduga dilakukan R berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002. Dalam Pasal 76B ditegaskan.

“Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penelantaran terhadap anak.” Sementara ancaman pidananya diatur dalam Pasal 77B, yang berbunyi: 

“Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 76B dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

” Fakta bahwa R tidak menunaikan nafkah anak meski telah ada putusan pengadilan, serta tidak menunjukkan kepedulian saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit, memperkuat dugaan terjadinya penelantaran anak secara sadar dan berkelanjutan.
 
Dalam perkara perceraian yang diputus pada Desember 2024, hakim mewajibkan R membayar nafkah anak sebesar Rp2 juta per bulan. Namun hingga kini, kewajiban tersebut tidak pernah ditunaikan. 

Pengabaian putusan pengadilan ini berpotensi melanggar prinsip kepatuhan hukum dan dapat dikategorikan sebagai bentuk pembangkangan terhadap kekuasaan kehakiman.
 
Sebagai ASN dan pejabat struktural, R juga terikat oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. 

Dalam Pasal 3 huruf d, disebutkan: “ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip nilai dasar akuntabilitas dan keteladanan.” Selain itu, PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS secara tegas mengatur larangan perilaku tercela. 

Pasal 5 huruf b menyatakan: “PNS wajib menjaga kehormatan dan martabat negara, pemerintah, dan ASN.” Sedangkan Pasal 8 ayat (1) menegaskan bahwa: 

“PNS yang melakukan pelanggaran disiplin berat dapat dijatuhi hukuman berupa penurunan jabatan, pembebasan dari jabatan, hingga pemberhentian tidak dengan hormat.” 

Jika dugaan penelantaran anak, pengabaian putusan pengadilan, serta praktik nikah siri tanpa izin atasan terbukti, maka perbuatan tersebut bukan hanya pelanggaran moral, tetapi juga pelanggaran disiplin berat ASN.
 
Yang makin memantik kemarahan publik, R disebut tidak ditahan meski telah berstatus tersangka, karena diduga mendapat jaminan dari dua kepala dinas, yakni Kepala Dinas Transmigrasi dan Kepala Dinas Pertanian. 

Bahkan, menurut EN, saat mendatangi rumahnya, R tidak menunjukkan itikad baik, melainkan hanya meminta agar laporan polisi dicabut. 

“Dia tidak datang untuk bertanggung jawab, hanya minta laporan saya dicabut karena dia sudah jadi tersangka,” ujar EN.
 
Ironisnya, EN menyebut R justru mengistimewakan anak sambungnya dari istri barunya yang juga berstatus ASN, sementara anak kandungnya sendiri diabaikan sepenuhnya. “Anak saya dirawat di RSMH selama satu bulan, tidak pernah dijenguk. 

Tidak ditanya kabarnya. Hati saya hancur,” tutur EN dengan mata berkaca-kaca.
 
Menanggapi kasus ini, Budi Rizkiyanto dari LSM Gempita menyatakan keprihatinannya. "Kami sangat menyayangkan jika benar seorang pejabat publik melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti ini. 

Ini bukan hanya masalah pribadi, tetapi juga mencoreng citra ASN dan pemerintah daerah," ujarnya. Budi menambahkan, 

"Kami mendesak pihak berwenang untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan memberikan sanksi yang tegas jika terbukti bersalah. Jangan sampai ada kesan melindungi pelaku karena jabatannya. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu."
 
LSM Gempita Desak Presiden, Mendagri, Gubernur, dan Bupati Ambil Langkah Tegas
 
Lebih lanjut, LSM Gempita mendesak Presiden, Menteri Dalam Negeri, Gubernur Sumatera Selatan, dan Bupati Ogan Ilir untuk mengambil langkah tegas terkait kasus ini. 

"Kami meminta atasan dari oknum ASN ini untuk segera bertindak. Jangan sampai kasus ini dibiarkan berlarut-larut dan merusak citra pemerintahan," tegas Budi.
 
Atas kasus ini, EN dan masyarakat mendesak Bupati Ogan Ilir, DPRD, Inspektorat, BKPSDM, serta aparat penegak hukum agar menegakkan hukum tanpa pandang jabatan, mengevaluasi jabatan R sebagai Kepala UPTD, dan memberikan sanksi tegas jika terbukti melanggar hukum dan disiplin ASN. Kasus ini dinilai sebagai cermin buruk tata kelola birokrasi,esp ketika pejabat yang seharusnya melayani publik justru gagal bertanggung jawab terhadap darah dagingnya sendiri.
 
Hingga berita ini diterbitkan, R dan pihak-pihak yang disebutkan belum memberikan klarifikasi resmi.
(Responden:Budi.R./Wnd#plg)

Posting Komentar

0 Komentar

Viewers