Peneliti Kritik Dugaan Rente Dalam Anggara Pimpinan DPRD Sumsel.

Palembang, liputan 12. com.
 Oktober 2025 –
 Peneliti Pusat Studi Kebijakan dan Politik (PSKP) Sumatera Selatan (Sumsel) mempertanyakan rasionalitas alokasi anggaran rumah tangga pimpinan DPRD Sumsel tahun 2025.

Dalam dokumen anggaran, tercatat Rp14 miliar dialokasikan untuk belanja makan-minum rumah dinas dan tamu pimpinan DPRD. Dengan empat pimpinan, artinya masing-masing mendapat porsi sekitar Rp3,5 miliar per tahun atau Rp291 juta per bulan.

Milsani, Peneliti PSKP Sumsel, menilai angka itu janggal bila dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat. Dengan APBD hampir tiga kali lipat lebih besar, yaitu sekitar Rp31 triliun, Jawa Barat justru hanya menganggarkan Rp1,9 miliar untuk kebutuhan rumah tangga seluruh pimpinan DPRD.

“Mengapa Sumsel yang APBD-nya hanya sekitar Rp11,1 triliun justru menganggarkan jauh lebih besar dari Jabar? Kalau dihitung per pimpinan, anggaran rumah tangga DPRD Sumsel hampir dua kali lipat dari Jabar. Ini tentu menimbulkan pertanyaan besar mengenai rasionalitas anggaran kita,” kata Milsani.

Menurutnya, kejanggalan ini semakin tidak masuk akal bila melihat kondisi fiskal Sumsel yang justru mengalami penurunan. Data menunjukkan bahwa APBD Perubahan Sumsel 2025 menurun dibanding 2024, baik dari sisi pendapatan maupun belanja. Pendapatan daerah berkurang dari Rp11,42 triliun (2024) menjadi Rp11,13 triliun (2025), dan belanja turun dari Rp11,60 triliun menjadi Rp11,23 triliun.

 “Artinya, saat ruang fiskal menurun, justru ada peningkatan pada belanja konsumtif elit. Ini menunjukkan inkonsistensi antara realitas fiskal dan perilaku anggaran di tingkat legislatif,” tegas Milsani.

Selain itu, Milsani mengingatkan bahwa Presiden tengah menggalakkan efisiensi dan rasionalisasi belanja pemerintah di seluruh daerah sebagai bagian dari disiplin fiskal nasional. Dalam konteks itu, Sumsel seharusnya menjadi teladan.

“Sementara pemerintah pusat menekan belanja seremonial dan konsumtif untuk memperkuat produktivitas, DPRD Sumsel justru mengajukan pos makan-minum miliaran rupiah. Ini paradoks di tengah semangat efisiensi nasional,” ujarnya.


Lebih lanjut, Peneliti Studi Kebijakan dan Politik ini menilai fenomena tersebut mengindikasikan adanya logika rente dalam politik anggaran, di mana belanja konsumtif elit lebih diprioritaskan daripada kebutuhan publik.

 “Ini bukan sekadar selisih angka, tetapi soal etika politik. Bagaimana DPRD bisa menjaga legitimasi di mata rakyat kalau justru memperbesar anggaran rumah tangga elit di tengah banyak persoalan dasar pembangunan?” tambahnya.

Ia menegaskan, alokasi anggaran rumah tangga sebesar itu bukan hanya soal teknis pengelolaan fiskal, melainkan menyangkut keadilan distribusi anggaran daerah. Oleh sebab itu, Peneliti Kebijakan Publik ini mendesak adanya audit kebijakan dan transparansi publik terkait penggunaan anggaran rumah tangga DPRD Sumsel.

 “Rakyat berhak tahu, apa justifikasi Rp291 juta per bulan untuk konsumsi rumah tangga elit. Tanpa transparansi, anggaran ini hanya akan memperdalam jurang ketidakpercayaan publik,” pungkas Milsani.
(Koresponden:Budi.R/wnd#palembang)

Posting Komentar

0 Komentar

Viewers