LSM KIBAR Nusantara Merdeka menilai respons pemerintah daerah terkesan tidak masuk akal dan berputar-putar, sehingga masyarakat korban terus menjadi pihak yang paling dirugikan. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pasal 26 ayat (2) menyebutkan bahwa masyarakat berhak untuk memperoleh bantuan pemenuhan kebutuhan dasar dan perlakuan yang adil dalam penanggulangan bencana. Pasal 60 huruf b dan c mengatur kewajiban pemerintah daerah untuk memastikan ketersediaan dana dan pelaksanaan penanggulangan bencana secara efektif dan efisien.
Menurut Yohanes Missah, Sekjen KIBAR Nusantara Merdeka, Pemerintah daerah terkesan memberi jawaban tidak masuk akal dan berputar-putar. Ironisnya, yang mulai cair hingga saat ini hanyalah upah kerja warga, seolah-olah mereka dijadikan “boneka” dalam proyek rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Padahal warga telah kehilangan rumah, lahan, dan mata pencaharian akibat letusan pada 2023. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 menjelaskan tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Bahkan Pasal 77 menegaskan bahwa dana rehabilitasi dan rekonstruksi digunakan untuk membangun kembali sarana dan prasarana serta pemulihan kehidupan masyarakat.
Harapan warga korban bencana untuk mendapat bantuan perbaikan rumah dan pemulihan kehidupan justru semakin kabur. Data yang ada menunjukkan proses penyaluran bantuan belum jelas arah dan sasaran, diduga ada penyimpangan mekanisme penyaluran bantuan.
Hingga kini pihak berwenang belum memberikan klarifikasi yang memadai, sementara korban menunggu jawaban atas kebutuhan mendesak seperti perbaikan rumah dan pemulihan mata pencaharian.
Bantuan yang dibutuhkan berupa material, uang tunai atau pembangunan langsung. Tergantung kategori kerusakan ringan, sedang maupun berat, pemerintah daerah wajib memastikan pelaksanaan sesuai perencanaan dan tidak boleh menahan serta menyelewengkan bantuan.
Fakta di lapangan menunjukkan hingga kini tidak ada kejelasan aliran dana rehabilitasi dan rekonstruksi, bahkan mekanisme pelaksanaannya tidak pernah disosialisasikan secara terbuka kepada masyarakat terdampak.
Pemerintah Kabupaten Sitaro dan pihak-pihak terkait harus transparan dan bertanggungjawab, tidak boleh terus-menerus memberikan jawaban normatif tanpa tindakan nyata. Rakyat Tagulandang bukan objek permainan birokrasi. Mereka berhak atas perlakuan adil dan bantuan yang seharusnya menjadi hak mereka berdasarkan hukum negara.
LSM dan elemen masyarakat serta korban mendesak agar Pemkab Sitaro membuka secara transparan serta akuntabilitas, dokumen dan alokasi anggaran bantuan BNPB. Agar dalam tindakan yang konkrit dari pemerintah daerah dapat melindungi hak-hak korban penanganan pascabencana Gunung Ruang. Untuk mempercepat program rehabilitasi serta rekonstruksi pascabencana, berdasarkan Peraturan Kepala BNPB Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana.
"Kami meminta Aparat penegak hukum, BPK, BPKP, Kejaksaan untuk melakukan audit dan investigasi menyeluruh terhadap penggunaan dana tersebut," ujar Missah
0 Komentar