NGAWI, Liputan12.com – Kasus dugaan keracunan massal akibat makanan bermasalah/gizi (MBG) kembali mengguncang Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi, Kamis (4/12/2025). Sedikitnya puluhan siswa dari berbagai jenjang pendidikan dilarikan ke rumah sakit setelah mengonsumsi makanan bergizi gratis yang dibagikan kepada peserta didik.
Insiden ini tidak hanya menimbulkan kepanikan dan kekhawatiran orang tua, tetapi juga membuka persoalan serius menyangkut transparansi pengelolaan makanan, standar keamanan pangan, hingga adanya dugaan penghalangan kerja jurnalis oleh oknum pengelola SPPG Mantingan.
Puluhan Siswa Dilarikan ke RS, 23 Pasien Dirawat Intensif
Berdasarkan informasi yang dihimpun, para siswa mengalami gejala mual, muntah, dan lemas setelah mengonsumsi menu MBG berupa nasi, telur bulat, tahu, dan sayur buncis.
Seorang ibu murid TK Mantingan 3 yang enggan disebut namanya mengungkapkan kepada media
“Kemarin anak saya makan dari MBG, berupa nasi, telur bulat, tahu dan sayur buncis mas.” ucapannya pada kamis (04/11/2025).
Total 23 pasien kini menjalani perawatan intensif di RSUD Mantingan, sementara lainnya dirawat di rumah sakit berbeda, termasuk RS Sragen.
Sampel muntahan siswa telah diamankan untuk diuji laboratorium guna mengetahui penyebab utama keracunan massal ini.
Penghalangan Kerja Jurnalis: Oknum Pengelola Diduga Arogan dan Mengancam. Di tengah proses penanganan korban, muncul insiden lain yang memicu kemarahan publik. Awak media yang berusaha meminta klarifikasi langsung ke pihak SPPG Mantingan mengaku mendapatkan perlakuan tidak terpuji dari salah satu pengelola.
Beberapa jurnalis menyampaikan bahwa mereka diancam, diusir secara kasar, bahkan dilempari, ketika mencoba melakukan peliputan dan meminta keterangan resmi.
Tindakan tersebut berpotensi melanggar UU Pers No. 40 Tahun 1999, yang menegaskan:
Hak jurnalis dalam menjalankan kerja jurnalistik
Larangan keras terhadap intimidasi, kekerasan, atau penghalangan informasi
Kewajiban setiap pihak untuk memberikan ruang bagi pers dalam mengakses data publik
Perilaku arogan ini menimbulkan sejumlah pertanyaan:
Apa yang sebenarnya coba ditutupi?
Mengapa jurnalis justru diusir, bukan diberi penjelasan?
Apakah ada informasi penting yang sengaja disembunyikan dari publik?
Indikasi Kelalaian dan Lemahnya Pengawasan: Publik Menuntut Jawaban
Kasus MBG Mantingan dinilai bukan insiden biasa. Ini menjadi alarm keras terkait lemahnya pengawasan distribusi makanan yang menyasar anak-anak — kelompok yang paling rentan terhadap pangan tidak higienis.
Sejumlah dugaan yang kini berkembang di tengah masyarakat, antara lain:
1. Upaya Menutup-Nutupi Kejadian
Pengusiran jurnalis memperkuat dugaan adanya informasi yang disembunyikan. Bukannya bersikap kooperatif, pihak terkait justru memilih menutup pintu rapat-rapat.
2. Pelanggaran Hak Publik atas Informasi
Masyarakat berhak mendapatkan kejelasan:
Siapa penyedia dan pengelola makanan MBG?
Bagaimana standar kebersihan dan proses pengolahannya?
Apakah ada pemeriksaan kelayakan bahan pangan?
Mengapa hasil uji laboratorium belum dirilis secara terbuka?
3. Kelalaian dalam Pengawasan dan Distribusi Makanan
Penyediaan makanan massal tanpa kontrol kualitas, pengawasan kebersihan, dan SOP gizi yang ketat dapat menimbulkan risiko fatal.
4. Keselamatan Anak Dianggap Sepele
Insiden ini menyangkut kesehatan dan keselamatan puluhan anak — bukan sekadar administrasi atau teknis pendistribusian.
Pertanyaan-Pertanyaan Kunci yang Harus Dijawab Terbuka
Siapa pihak yang paling bertanggung jawab atas distribusi makanan MBG?
Apa penyebab pasti keracunan massal ini?
Mengapa jurnalis memperoleh intimidasi saat menjalankan tugas?
Apakah ada pihak yang mencoba mengalihkan atau menghindari tanggung jawab?
Publik Mendesak Transparansi, Akuntabilitas, dan Penghentian Intimidasi
Kasus MBG Mantingan membuka persoalan struktural yang harus dibenahi secara serius.
Warga Mantingan, orang tua siswa, hingga pemerhati pendidikan menuntut.(Biro Ngawi)


0 Komentar