Kayuagung, Ogan Komering Ilir . Liputan 12.com.
Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia terkait dugaan kejanggalan pengelolaan keuangan di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) semakin memanaskan tensi di kalangan masyarakat sipil.
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor 40.B/LHP/XVIII.PLG/05/2025, yang dirilis pada 24 Mei 2025, mengindikasikan adanya realisasi belanja barang dan jasa senilai Rp643.210.500,00 yang tidak didukung oleh dokumen pertanggungjawaban yang memadai. Hal ini memicu kekhawatiran mendalam tentang akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran publik di Kabupaten OKI.
Hasil audit mendalam BPK, termasuk cash opname dan verifikasi bukti pertanggungjawaban belanja dengan mekanisme Uang Persediaan (UP)/Ganti Uang (GU) pada Bendahara Pengeluaran BPKAD OKI, mengungkap bahwa ratusan juta rupiah dana publik tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara memadai.
Bendahara Pengeluaran BPKAD OKI berdalih bahwa dana GU telah diserahkan secara tunai kepada para Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Kepala Bidang terkait, sehingga ia kesulitan untuk memberikan penjelasan rinci mengenai kekurangan dokumen pendukung.
Selain itu, terungkap pula adanya praktik pengeluaran di luar anggaran kas yang telah ditetapkan, yang didasarkan pada arahan dari atasan dan permintaan dari pihak eksternal SKPD, seperti pengajuan proposal bantuan, tanpa adanya catatan yang komprehensif.
Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD BPKAD OKI mengklaim bahwa selama tahun 2024, proses verifikasi pengajuan dana hanya dilakukan melalui Sistem Informasi Pengelolaan Daerah (SIPD), tanpa melakukan pemeriksaan mendalam terhadap kelengkapan dan validitas bukti pertanggungjawaban.
Hal ini memaksa Bendahara Pengeluaran untuk menyusun dokumen pertanggungjawaban UP di akhir tahun anggaran, dengan menyesuaikan dengan sisa anggaran yang tersedia.
Temuan BPK ini mengindikasikan potensi pelanggaran terhadap sejumlah peraturan perundang-undangan, termasuk:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, khususnya Pasal 3 ayat (3), yang melarang tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran yang tersedia tidak mencukupi.
- Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang mengatur secara rinci mengenai tugas dan tanggung jawab PPK SKPD dalam melakukan verifikasi dokumen pengajuan anggaran, serta tanggung jawab pejabat yang menandatangani dokumen terkait penerimaan atau pengeluaran APBD.
Meskipun kelebihan pembayaran sebesar Rp643.210.500,00 telah dikembalikan ke Kas Daerah selama proses audit, Gerakan Masyarakat Peduli Korupsi (GMPK) Sumatera Selatan Budi Gempita Selasa 14/10/2025 Pukul 12:30 WIB Di depan kantor DPRD OKI menegaskan bahwa pengembalian tersebut tidak menghapus unsur pidana.
"Pengembalian uang itu tidak menghilangkan tindak pidananya! Ini bukan sekadar masalah administrasi, tapi ada indikasi kuat penyalahgunaan wewenang dan potensi korupsi yang harus diusut tuntas," tegas Budi Gempita Ketua GMPK Sumatera Selatan.
"Kami mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) Polres OKI dan Kejaksaan OKI untuk tidak hanya fokus pada pengembalian kerugian negara, tapi juga mengusut tuntas pihak-pihak yang bertanggung jawab secara pidana. Jangan sampai kasus ini hanya menjadi formalitas dan pelaku kejahatan keuangan negara lolos dari jerat hukum!"ujarnya
Lebih lanjut, Budi menegaskan bahwa GMPK dan elemen masyarakat sipil lainnya tidak akan tinggal diam jika APH terkesan lamban atau tidak serius dalam menangani kasus ini.
"Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Jika dalam waktu dekat tidak ada perkembangan signifikan, kami akan menggelar aksi damai besar-besaran di depan Kantor Kejari Kayuagung dan Mapolres OKI. Kami akan terus menyuarakan kebenaran dan menuntut keadilan sampai para pelaku kejahatan keuangan negara ini diadili seadil-adilnya," ancam Budi.
GMPK juga menyoroti lemahnya sistem pengendalian internal di BPKAD Kabupaten OKI, yang memungkinkan terjadinya praktik-praktik yang merugikan keuangan negara. Budi mendesak Pemerintah Kabupaten OKI untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengelolaan keuangan daerah dan meningkatkan pengawasan internal guna mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.
Kasus ini menjadi ujian bagi APH di Kabupaten OKI untuk membuktikan komitmen mereka dalam memberantas korupsi dan menegakkan hukum secara adil dan transparan. Masyarakat menanti tindakan nyata dari Kejari dan Polres OKI untuk mengungkap kebenaran dan menyeret para pelaku kejahatan keuangan negara ke pengadilan. Aksi damai siap digelar jika keadilan tak kunjung ditegakkan.(Budi.R/Wnd #P...)
0 Komentar