LIPUTAN12.COM, SUNGAI PENUH – Masa libur sekolah resmi berakhir dan para pelajar kembali masuk mengikuti proses belajar mengajar di tahun ajaran baru. Namun, di tengah semangat baru ini, sejumlah wali murid mulai mengeluhkan adanya kewajiban pembelian Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dibebankan oleh pihak sekolah.
Keluhan muncul lantaran pengadaan LKS dinilai membebani orang tua siswa, terutama bagi mereka yang kondisi ekonominya pas-pasan. Tidak sedikit wali murid yang mengaku keberatan dan merasa praktik penjualan LKS di sekolah tidak sesuai dengan semangat pendidikan yang inklusif dan merata.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan Kota sungai penuh, Khaidiman, menegaskan bahwa pihaknya tidak mendukung adanya praktik jual beli LKS di lingkungan sekolah.
"Saya tidak sependapat dengan pengadaan LKS yang dibebankan kepada siswa. Itu justru bisa memicu rasa malas, baik dari siswa maupun guru dalam menjalankan proses belajar mengajar. Seharusnya guru lebih kreatif menggunakan sumber belajar yang telah disediakan," tegas Khaidiman.
Ia juga mengingatkan bahwa kebutuhan buku dan alat pembelajaran telah dianggarkan melalui Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sehingga tidak semestinya pihak sekolah kembali membebani wali murid dengan pembelian buku tambahan seperti LKS.
“Dana BOS itu sudah mencakup kebutuhan buku siswa. Sekolah harus bisa mengelola dana itu secara bijak dan transparan, tanpa perlu lagi membebani orang tua" ujarnya.
Tak hanya menyoroti soal LKS, Khaidiman juga mengingatkan pentingnya kepercayaan antara wali murid dan pihak sekolah dalam menjalankan proses pendidikan. Ia menekankan agar wali murid tidak melakukan kriminalisasi terhadap guru jika ada persoalan di tengah proses belajar.
“Kami mengimbau kepada seluruh wali murid untuk tidak mencampuri proses belajar mengajar, apalagi sampai mengkriminalisasi guru. Serahkan sepenuhnya proses pembelajaran kepada sekolah,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa dalam proses pendaftaran siswa, para wali murid sudah diminta menandatangani surat pernyataan yang menyatakan bahwa mereka tidak akan ikut campur dalam proses belajar mengajar di sekolah.
“Dalam proses pendaftaran, ada surat pernyataan yang harus ditandatangani wali murid, bahwa mereka tidak ikut serta atau mencampuri proses belajar. Ini penting untuk menjaga profesionalisme guru dan kenyamanan siswa di kelas,” sebut Khaidiman.
Lebih lanjut, Khaidiman menyampaikan bahwa pihaknya bersama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan pemerintah daerah telah menyiapkan tim hukum untuk memberikan bantuan hukum kepada para guru, jika terjadi upaya kriminalisasi.
“Kalau sampai terjadi kriminalisasi terhadap guru, kami dari Dinas Pendidikan, PGRI, dan pemerintah daerah sudah menyiapkan pengacara untuk membela. Guru harus dilindungi, karena mereka adalah garda terdepan dalam mencerdaskan anak bangsa,” pungkasnya.
Khaidiman berharap seluruh pihak, baik sekolah maupun orang tua, dapat bekerja sama menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif dan saling percaya demi kemajuan pendidikan di kota sungai penuh. (JEMI)
0 Komentar