Palembang, liputan 12.com . 22/09/2025.
Wajah hukum di Indonesia,masih dirasakan timpang oleh sebagian orang,yang benar Bisa jadi salah,dan sebaliknya.
Seperti kasus yang terjadi pada lalu lintas berikut yang dialami korban, Haikal.
Bermula dari insiden laka lantas tabrakan mobil di jalan.
Korban Haikal yang saat itu tengah berkendara justru menjadi sasaran tuduhan.
Lawan(Wijaya )yang menabrak dari belakang kemudian menuding korban Haikal melakukan pemukulan.
Dari sinilah awal mula skenario diduga mulai dimainkan, saksi-saksi yang dihadirkan tampak diarahkan untuk memutarbalikkan fakta, yang sesungguhnya,sehingga korban dituding sebagai pelaku utama.
Kasus yang terdaftar dengan nomor perkara 787/Pid.B/202/PN.PLG 2025 ini juga diwarnai dugaan ketimpangan dalam proses penyidikan.
Jaksa penuntut disebut berat sebelah dengan menerima berkas rekayasa terhadap korban pada bulan September 2024, sementara laporan korban yang mengalami luka serius di bagian kepala justru baru diterima pada tahun 2025.
Hal ini menimbulkan tanda tanya besar tentang independensi aparat penegak hukum dan membuka dugaan adanya rekayasa yang disengaja untuk menjerat korban.
Tidak hanya itu, pasal yang digunakan jaksa penuntut juga berubah. Semula korban dijerat Pasal 351 ayat (2) KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan luka-luka, tiba-tiba diganti menjadi Pasal 352 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan ringan. Perubahan ini semakin menguatkan kecurigaan adanya upaya mengaburkan perkara yang sebenarnya.
Meski sempat menempuh adanya upaya damai, namun proses tersebut tidak pernah mencapai kesepakatan kedua bilah pihak,Setidaknya ada tiga alasan utama:
- Pihak lawan, Wijaya, tidak mengakui perbuatannya yang dilakukan,memukul korban.(Haikal).
-Tidak ada niat tulus dari pihak (Wijaya )untuk berdamai dengan cara yang baik untuk kedua belah pihak.
- Keluarga Wijaya sendiri mengakui bahwa keinginan perdamaian muncul karena keinginan penyidik, bukan kehendak yang bersangkutan.
Hal ini menimbulkan dugaan bahwa penyidik justru takut jika kasus ini terus berjalan hingga persidangan, karena dapat terbongkar rekayasa kejadian dalam penyidikan sejak awal.
Pada persidangan terbaru, dua orang saksi pedagang kaki lima yang berada tepat di lokasi kejadian dihadirkan. Saksi menegaskan bahwa korban tidak melakukan seperti yang dituduhkan, justru korbanlah yang menerima tindakan perlakuan penganiayaan. Kesaksian ini menjadi kunci untuk membuka fakta apa yang sebenarnya di depan majelis hakim.
Tim penasihat hukum korban(Wijaya),menyatakan keberatan keras atas pemberitaan di sejumlah media online yang seolah membalikkan fakta, yang terjadi.
“Kami dan keluarga korban merasa sangat dirugikan dengan pemberitaan yang menyesatkan itu. Fakta persidangan jelas menunjukkan bahwa korbanlah yang dianiaya, bukan sebaliknya. Kami mendesak agar majelis hakim melihat fakta yang sebenarnya, bukan opini yang dibentuk oleh pihak tertentu,” tegas kuasa hukum korban.
Keluarga korban(Haikal )pun menegaskan bahwa mereka tidak akan tinggal diam terhadap pemberitaan yang merugikan dan berharap hakim menegakkan keadilan berdasarkan keterangan saksi mata serta fakta di lapangan.
Kasus ini kini menjadi sorotan karena dinilai sarat rekayasa serta berpotensi mencederai rasa keadilan. Masyarakat menanti bagaimana majelis hakim Pengadilan negeri Palembang memutus perkara ini, apakah berpihak pada rekayasa atau pada kebenaran yang telah mulai terbuka di persidangan.
Rusli RB liputan 12.com.
0 Komentar