Skandal SPPD Fiktif Disdik Riau: 34 ASN Diduga Terlibat, Negara Terancam Rugi Rp 2,1 Miliar.!




Liputan12.com
3-08-2025

RIAU-PEKANBARU. Dunia birokrasi di Provinsi Riau kembali diguncang oleh dugaan praktik korupsi berjamaah. Kali ini, sorotan tajam tertuju pada Dinas Pendidikan Provinsi Riau, menyusul mencuatnya temuan tentang Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif yang melibatkan puluhan Aparatur Sipil Negara (ASN). Potensi kerugian negara pun ditaksir mencapai Rp 2,1 miliar.

Aktivis Pendidikan Riau, Erwin Sitompul, dalam pernyataan resminya kepada wartawan, Sabtu (30/7), menyampaikan kritik keras terhadap penyimpangan ini. Ia menilai, kasus tersebut bukan hanya mencoreng integritas ASN, tetapi juga menunjukkan lemahnya pengawasan internal di tubuh Dinas Pendidikan.

“Ini bentuk pelanggaran serius terhadap prinsip akuntabilitas dan integritas birokrasi. Bila dibiarkan, akan memperparah budaya korupsi yang selama ini sulit diberantas,” tegas Erwin saat ditemui di sebuah kafe di Kota Pekanbaru.


Mengacu pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Riau tahun 2022, sebanyak 34 ASN di Dinas Pendidikan Provinsi Riau diduga melakukan perjalanan dinas fiktif. Temuan tersebut diungkapkan oleh Direktur Lembaga Anti Korupsi Riau (LAKR), Armilis Ramaini, SH, MH, yang juga menjadi rujukan utama dalam pernyataan Erwin.

“Dana perjalanan dinas yang dialokasikan Pemprov Riau pada 2022 mencapai Rp 418,76 miliar, dan realisasi sebesar Rp 362,49 miliar atau 86,56%. Dari jumlah itu, ditemukan indikasi kerugian negara senilai lebih dari Rp 3,17 miliar di sembilan OPD, dan sebagian besar ditemukan di Dinas Pendidikan,” beber Armilis.

Modus yang digunakan pun cukup beragam, mulai dari penggelembungan biaya penginapan, hingga ASN yang melakukan dua perjalanan dinas di waktu yang bersamaan.



Armilis menegaskan bahwa audit yang dilakukan BPK masih bersifat administratif. Jika dilakukan penyidikan lebih lanjut oleh aparat penegak hukum dan diaudit ulang oleh BPKP, potensi kerugian negara bisa membengkak.

Ia mencontohkan kasus serupa yang terjadi di Sekretariat DPRD Riau tahun 2020, di mana hasil audit awal mencatat kerugian Rp 51,9 juta, namun setelah diaudit ulang dan diselidiki Polda Riau, nilainya melonjak menjadi Rp 196 miliar.

“Kasus di Dinas Pendidikan ini bisa jadi hanya permukaan gunung es. Jika tidak segera ditindaklanjuti, kita akan kecolongan lagi,” ujar Armilis.


Dalam pernyataannya, Armilis bahkan menyebut inisial beberapa ASN yang diduga terlibat, antara lain Sdr, SS, MM, DSM, TP, BTP, GT, MA, SU, HK, MYR, dan lainnya. Ia menegaskan bahwa tindakan mereka melanggar sejumlah regulasi penting, termasuk PP Nomor 12 Tahun 2019 dan Pergub Riau Nomor 77 Tahun 2020 tentang pedoman perjalanan dinas dari APBD.

“Siapa pun yang menandatangani dokumen fiktif secara hukum bertanggung jawab atas seluruh konsekuensinya. Ini bukan sekadar kesalahan administrasi, tapi sudah masuk wilayah pidana,” pungkasnya.


Erwin Sitompul mendesak agar Sekretariat Daerah Provinsi Riau segera mengambil tindakan tegas, termasuk menjatuhkan sanksi kepada ASN yang terlibat dan memerintahkan pengembalian dana.

Ia juga mendorong KPK dan APH Di Provinsi Riau untuk dapat turun langsung ke Dinas Pendidikan Provinsi Riau segera melakukan penyelidikan.Di duga skandal SPPD Fiktif ini terjadi tahun 2022.Namun sampai saat ini belum ada tanda-tanda dugaan kasus di tindak lanjuti.Seolah di peti es.

“Ini bukan hanya tentang uang negara, tapi menyangkut kepercayaan publik terhadap ASN dan pengelolaan keuangan daerah,” ujar Erwin.

Menurutnya, pembiaran terhadap kasus ini akan memperburuk moral birokrasi dan menciptakan preseden buruk di lingkungan pemerintahan daerah.

“Kita butuh ASN yang jujur dan berdedikasi, bukan yang lihai membuat laporan fiktif,” tandasnya dengan nada geram.


Sementara itu, upaya konfirmasi kepada Dinas Pendidikan Riau belum membuahkan hasil. Dikutip dari klikbuser.com, pihak sekretariat menyebutkan bahwa kasus ini tengah ditangani oleh staf bernama Ririn, namun saat dicari ke ruang kerjanya, ia disebut sedang melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Rokan Hulu.

Minimnya respons dan transparansi dari pihak dinas semakin menambah kecurigaan publik terhadap keseriusan dalam menanggapi temuan ini.

Kasus dugaan SPPD fiktif ini merupakan alarm keras bahwa upaya reformasi birokrasi di Riau belum sepenuhnya menyentuh akar persoalan. Jika tidak segera ditangani, skandal ini berisiko mencederai upaya pemulihan kepercayaan publik dan memperkuat persepsi bahwa korupsi di sektor pendidikan masih menjadi persoalan akut.

Sahroni

Posting Komentar

0 Komentar

Viewers