KOPERASI TKBM PELABUHAN MANADO DIDUGA MENYELEWENGKAN DANA UPAH KERJA ANGGOTA TKBM

 


TKBM adalah sekumpulan pekerja profesional yang terdaftar secara resmi untuk menangani pemindahan barang dari kapal ke darat di area pelabuhan, terminal logistik, dan gudang.

‎Di balik perannya, koperasi TKBM didirikan sebagai wadah organisasi bagi para pekerja untuk melindungi hak-hak mereka, meningkatkan kesejahteraan melalui fasilitas seperti asuransi dan pelatihan, serta meningkatkan kompetensi melalui program sertifikasi.

‎Menurut temuan awal, upah kerja TKMB di pelabuhan Manado dibayar oleh tiga perusahaan bongkar muat yang beroperasi di sana. Kegiatan bongkar muat berlangsung setiap hari, Senin hingga Minggu, dengan durasi delapan jam per hari.

Namun, tuduhan mengemuka bahwa aliran pembiayaan dan pengelolaan tarif tidak sepenuhnya sesuai peruntukan. Diduga dana upah tersebut sebagian besar tidak dialokasikan untuk jaminan sosial dan dana kesejahteraan anggota. 

Selain itu administrasi koperasi terindikasi tidak mengikuti proporsi yang seharusnya, misalnya soal persentase dari tarif operasional. 

Salah satu contoh yang disebutkan adalah administrasi yang menunjukkan selisih signifikan. Diduga, administrasi koperasi seharusnya menerapkan 6,5% dari tarif yakni Rp.4.472, namun dibayar perusahaan bongkar muat  Rp 13.167. Berarti terdapat selisih Rp 8.695 yang belum ada penjelasan  peruntukannya. Demikian pula dengan jaminan sosial yakni BPJS, berdasarkan informasi bahwa dari 172 buruh, hanya 27 buruh yang terdaftar sebagai peserta BPJS. 

Sementara informasi dari beberapa buruh mengatakan bahwa jangankan fasilitas untuk kesejahteraan bagi buruh sebesar rp.3.863 , sedangkan THR (Tunjangan Hari Raya) untuk TKBM  setiap tahun diambil dari simpanan wajib anggota.

‎Praktik semacam ini jika benar dilakukan oleh pihak koperasi, berpotensi melanggar prinsip perkoperasian dan berimplikasi pada kesejahteraan anggota jangka panjang.

Para pakar hukum dan perwakilan pekerja menilai pelbagai temuan tersebut merupakan pelanggaran terhadap sejumlah aturan. UU No 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 29 dan 34, serta UU Ketenagakerjaan dan UU No 24 Tahun 2011 tentang Jaminan Sosial pasal 55, dinilai relevan. Bahkan beberapa tuduhan bisa saja mengarah pada tindak pidana umum jika terbukti merugikan anggota.

Kementerian atau lembaga terkait termasuk pihak berwenang dalam KSOP (Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan), memiliki kewenangan untuk mengambil langkah tertentu. Sanksi administrasi dari pemerintah dapat berupa pembekuan atau pembubaran koperasi jika terbukti melanggar hukum. KSOP juga memiliki kewenangan mencabut hak operasi dari koperasi TKBM, bila merugikan pekerja.

Pihak koperasi TKBM Manado tidak bisa dihubungi ketika mau dikonfirmasi terkait  semua aliran dana, saldo jaminan sosial dan kesejahteraan pekerja sesuai peraturan yang berlaku.

Sementara tiga perusahaan bongkar muat yang menjadi pemberi upah bagi TKBM, masih tetap komitmen terhadap kepatuhan hukum dan kesejahteraan pekerja. Bahwa tiap pembayaran dilakukan sesuai kontrak dan tarif yang disepakati, sambil menunggu hasil investigasi resmi untuk memastikan bahwa tidak ada praktik yang merugikan anggota TKBM maupun perusahaan lain di pelabuhan.

Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini menyoroti pentingnya transparansi operasional, akuntabilitas koperasi, serta perlindungan hak-hak pekerja di sektor pelabuhan. Publik menanti adanya audit independen, konfirmasi dari pihak berwenang, serta langkah-langkah perbaikan jika ditemukan pelanggaran. Penegasan kembali atas fungsi koperasi sebagai wadah perlindungan hak pekerja menjadi hal yang kini sangat diharapkan.

Posting Komentar

0 Komentar

Viewers