Liputan12.com – Indonesia saat ini tengah menghadapi fenomena unik yang disebut musim kemarau basah, di mana curah hujan terus tinggi meskipun seharusnya negara ini sudah memasuki fase kemarau. (30 Juni 2025)
Hujan yang turun bahkan melebihi batas yang
biasa terjadi, yang umumnya dicirikan oleh cuaca kering dan suhu yang
meningkat.
Menurut BMKG, fenomena ini diperkirakan akan
berlanjut hingga Agustus 2025 di sebagian besar wilayah Indonesia.
Suhu permukaan laut yang lebih hangat di
sekitar Indonesia menjadi salah satu penyebab utama dari kemarau basah ini.
Peningkatan suhu ini menyebabkan penguapan
meningkat, memperbanyak pembentukan awan hujan meskipun sudah seharusnya cuaca
kering.
Angin monsun yang biasanya melemah pada musim
kemarau juga turut berkontribusi dengan membawa uap air ke daratan, sehingga
hujan terus berlanjut.
Akan tetapi, penting untuk dicatat bahwa
intensitas hujan dapat bervariasi secara signifikan antara daerah yang satu
dengan yang lainnya.
Dampak dari musim kemarau basah ini akan
terasa di berbagai sektor, terutama pertanian. Para petani mungkin mengalami
gangguan dalam jadwal tanam mereka dan menghadapi risiko gagal panen.
Khususnya untuk tanaman yang
sensitif terhadap kelembapan seperti palawija. Selain itu, peningkatan
kelembaban tanah dapat menyebabkan risiko banjir lokal atau genangan air.
Dari sisi kesehatan, lingkungan yang lembap
akibat hujan berkepanjangan dapat menjadi sarang bagi penyebaran hama dan
penyakit, baik
pada tanaman maupun pada manusia.
Masyarakat diimbau untuk selalu waspada,
terutama dalam menyiapkan langkah-langkah mitigasi untuk menghadapi dampak dari
musim kemarau basah ini.
Fenomena cuaca ini merupakan pengingat akan
pentingnya pemahaman tentang perubahan iklim dan pengelolaan sumber daya alam
yang bijak. (Red)
0 Komentar