"Dari sengketa gang,menjadi Mosi tidak percaya "

Sukabangun, kota Palembang, liputan 12.com.
Kehidupan di pemukiman padat penduduk,memang banyak mengundang sentimen pribadi dan dampak lingkungan serta kehidupan sosial,yang rentan kriminalitas.
Seperti hal yang terjadi di wilayah kelurahan sukabangun kecamatan Sukarami kota Palembang.
Kamis, 26 Oktober 23.berawal dari Bapak (Sr) warga Lebak jaya RT.10 rw.02 kelurahan Sukabangun kecamatan Sukarami kota Palembang, berniat merofasi rumah' nya dengan menambah kan kamar.
Karena dengan kebutuhan yang dianggap perlu memperluas bangunan tersebut,yang notabene maju kedepan badan jalan, yang diklaim masih diatas tanah hak nya sesuai sertifikat hak milik,(SHM) yang tertera.
Sebatas keramik teras yang sudah ada.
Sesuai SHM yang ada batas luas tanah Pak (Sr) masih sisa 80 cm,yang diperuntukkan gang warga yang tinggal dibelakang rumah nya.

Mereka berharap selain untuk pejalan kaki,juga untuk dilalui sepeda motor dan gerobak masih bisa melintas.
Namun ternyata niat Pak (Sr)kurang Bisa diterima warga tersebut,dan meminta lagi untuk memangkas badan rumah selebar 20 cm agar lebih akses jalan lebih luas.
Sementara Pak (Sr), mengaku pihaknya sudah memberikan fasilitas umum berupa jalan,selebar 1 meter dan panjang ,6,2meter, seperti yang ada di SHM.
Tapi warga tetap menduga bahwa pak (Sr)sudah mencaplok tanah milik fasilitas umum.

Situasi makin tidak kondusif, saat pak Sr menghadiri undangan nikahan,(Minggu/15/10/23) ketika patok tanah sudah ditancapkan sebagai batas areal yang akan dibangun kamar.
 ke esokkan hari nya ketika pak Sr selesai sholat dhuhur keluar dari rumah, ternyata patok tadi sudah terpasang pagar kayu,yang dilakukan Warga terhadap batas patok tersebut.
Sebelum terjadi pemagaran oleh warga,telah dilakukan mediasi yang dilakukan oleh ketua RW.02 ( Darwis) yang datang kerumah ( bersama keluarga pak Tn) dan mencoba memediasi. 
Tetapi pak Sr tetap tidak mau bangunan depan di pangkas.
Akhir nya pihak pemerintah kelurahan sukabangun,datang ke lokasi untuk memastikan permasalahan yang terjadi.
Dan melalui proses mediasi dan penjelasan, akhir nya mereka bersepakat membuat surat pernyataan atas masalah lahan gang tersebut.
Antara pak Sr dan pak Tn sudah sepakat dengan isi dari perjanjian tersebut.yang juga disaksikan beberapa tokoh masyarakat sekitar,dan diketahui Pihak kelurahan.
Mediasi yang di tangani langsung kasi trantib, Hendrik Buditama, berlangsung alot namun akhirnya menemui kata sepakat.
Namun rupanya hal ini hanya berhenti pada proses penyelesaian sengketa lahan gang saja, imbasnya, masyarakat yang tidak tau siapa yang memulai mengajukan  Mosi Tidak percaya kepada ketua RT 10,yang adalah juga istri dari bapak Sr, hingga kusak kusuk terjadi Warga minta Ketua RT nya di ganti.
Padahal Pihak kelurahan sudah memberikan penjelasan tentang aturan dan tata cara yang sudah diatur dalam peraturan Daerah tentang Ketua RT dan RW.
Polemik seperti inilah yang sulit di hindari dari daerah yang penataan ruang dan bangunan yang tidak memenuhi kaidah bermasyarakat.
Akan timbul efek dikemudian hari, justru dari ketidak tahuan dan kurangnya memupuk silaturahmi dan toleransi.
Sehingga mudah memantik situasi yang tidak baik.

Apalagi dibawa ke hal yang tendensius dengan melibatkan ranah yang dapat memecah belah kerukan,dan silaturahmi di tengah masyarakat.
Mungkin bersifat bijak lebih penting dari pada bertahan kepada kebenaran.
(Purwondo Palembang)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama